- Skenario pertama, adalah skenario ekstrim mengikuti tren lima tahun terakhir ketika ekspor tumbuh 25,9%, impor tumbuh 36,5% pada 2015. Sehingga defisit perdagangan mencapai US$47,7 miliar.
- Skenario kedua, yakni semi ekstrim 1 diperkirakan akan menghasilkan pertumbuhan ekspor 25,9% dan impor 30%. Sehingga, defisit perdagangan mencapai US$26,7 miliar.
Dalam skenario ekstrim 2, ekspor tumbuh 25,9% dan impor 25%. Kadin memperkirakan pada 2015 defisit perdagangan mencapai US$12,6 miliar.
Hal itu dipaparkan Benny Soetrisno, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang Perdagangan, Distribusi dan Logistik, di Jakarta, Rabu (17/2).
Benny menggunakan data perdagangan sejak 2005 sampai 2009 sebagai pembanding, setelah ACFTA diberlakukan pertama kali di sektor pertanian sejak 2004. Neraca perdagangan mengalami defisit dari US$0,59 miliar menjadi US$3,3 miliar.
"Ketiga skenario ini akan berdampak buruk bagi kinerja perdagangan dan perekonomian. Defisit perdagangan menjadi sangat besar," tuturnya.
Di sisi lain, imbuh Benny, impor dari China lebih pada barang jadi sehingga tidak banyak mendorong kinerja total ekspor. Namun Benny mencatat, ACFTA masih bisa memberikan dampak positif dalam skenario keempat. Dalam skenario optimis itu, ekspor tumbuh 25,9% dan impor ditekan hingga hanya tumbuh 20%. "Jadi pada 2015 defisit perdagangan hanya US$1 miliar," ujarnya. Menurut dia, skenario optimis itu sedikit berpeluang mengamankan neraca perdagangan meski masih defisit. Tapi, kata Benny lagi, skenario optimis hanya dapat terjadi jika pemerintah berupaya melakukan perbaikan kebijakan yang terintegrasi di industri, perdagangan, moneter dan fiskal.
"Yang paling gampang adalah administrasi pengaturan pasar di Kementrian Perdagangan yang Ibu Mari (Menteri Perdagangan) pimpin. Seperti pojok UKM dan penerapan Permendag 56/2008 tentang impor lima produk tertentu," ucapnya. Namun, diakui Benny, aturan sektor ketenagakerjaan yang belum disempurnakan dan membuat orang malas berinvestasi, bisa memperparah situasi. "Orang lebih suka berdagang ketimbang membuat industri yang menyerap tenaga kerja akibat kebanyakan aturan," cetusnya.
Di sisi lain, infrastruktur dengan ekonomi biaya tingginya membuat biaya pengiriman barang dari Jakarta ke Papua saja, sama dengan pengiriman barang dari Jakarta ke Eropa.
Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengakui, kendala itu. "Listrik sering mati, jalan macet, pelabuhan tidak efisien, lahan bermasalah. Infrastruktur mau bangun sesuatu tapi punya masalah di lahan," katanya, usai diskusi di kantor PB Nahdlatul Ulama, Jakarta. Makanya, kita berusaha dalam beberapa tahun memperbaiki infrastruktur itu. Menurutnya untuk memenangkan persaingan dengan China yang terkenal dengan produk massal murah, industri lokal diminta tidak memproduksi barang sejenis. "Untuk keramik misalnya, kita harus naik tingkat untuk produksi yang lebih branded (bermerek)," paparnya.
Ia mencatat, impor dengan fasilitas ACFTA sejak diberlakukan pada 2004 tidak banyak dimanfaatkan oleh pengusaha dalam negeri. Meskipun bea masuk(BM) nya telah diturunkan hingga 0%. "Penyebabnya selisih BM tidak besar 4%-5%. Prosedurnya ribet, untuk ngurus ekspor impor," paparnya.
Untuk produk pertanian, Mari menyoroti soal sistem penyimpanan (storage) yang masih manual sehingga produk itu tidak tahan lama. "Sementara jeruk China bisa tahan 6 bulan. Studi kami menemukan 40% produk buah kita rusak dalam proses perjalanan dari kebun sampai tujuan," ungkap Mari Elka.
0 komentar: on "Inilah daftar skenario kinerja perdagangan AFTA"
Posting Komentar
Tinggalkan pesan disini untuk berbagi cerita dengan yang lain, terima kasih