19/02/10

Inilah pelaku pembuat RPM konten dan menjadi sumber nya

MENTERI baru persoalan baru. Bahkan, memukul mundur negara ini ke era otoriter.

Itulah yang dilakukan Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring melalui Rancangan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Konten Multimedia. Rancangan peraturan itu cacat substansial, juga cacat konstitusional.  Substansi rancangan peraturan itu tak lain adalah sensor. Sejumlah pasalnya melarang penyelenggara jasa multimedia mendistribusikan konten yang dianggap ilegal. Ia juga mengatur fungsi penyelenggara dan Tim Konten Multimedia sebagai lembaga sensor, untuk memantau, menyaring, serta memblokade konten ilegal. Pertanyaannya, ilegal menurut siapa?

Pasal-pasal sensor itu jelas melecehkan intelektualitas penyelenggara dan pengguna multimedia. Mereka selama ini sebetulnya sudah menyaring sendiri konten yang mereka perlukan.

Para penyelenggara dan pengguna multimedia bahkan telah membuktikan bahwa aktivitas mereka di dunia maya justru bisa menjadi faktor checks and balances yang sangat berpengaruh. Itu antara lain ditunjukkan lewat gerakan satu juta facebooker mendukung Bibit-Chandra.

Selain menghambat hak warga negara berekspresi atau menyampaikan informasi, sensor otomatis juga menghambat hak rakyat memperoleh informasi. Ini jelas-jelas melanggar hak asasi manusia.

Dari sisi hierarki hukum, rancangan peraturan itu pun bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang Pokok Pers Nomor 40 Tahun 1999 yang tidak mengenal sensor. Rancangan peraturan itu juga bertumpang-tindih dengan peraturan lain, Undang-Undang Pornografi misalnya.

Yang lebih parah, rancangan peraturan menteri itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 hasil amendemen yang menjamin hak setiap orang untuk berkomunikasi serta memperoleh, menyimpan, dan mengolah informasi dengan menggunakan segala jenis saluran.

Cacat material dan cacat konstitusional membuat berbagai kalangan menolak rancangan peraturan itu. Penolakan paling kencang berhembus dari kalangan pers dan penyelenggara serta pengguna multimedia. Merekalah korban pertama jika rancangan peraturan itu diberlakukan.

Rancangan peraturan menteri itu pernah coba diajukan semasa Mohammad Nuh menjabat Menkominfo. Tetapi, akibat gencarnya penolakan, keinginan otoriter itu perlahan tapi pasti menghilang dari wacana publik.

Oleh karena itu, kita tak habis pikir, mengapa Menkominfo Tifatul Sembiring yang baru sekitar empat bulan menjabat berani coba-coba mengajukan kembali rancangan peraturan itu. Dan bukan hanya itu. Sebelumnya, Tifatul pun pernah mengajukan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penyadapan yang dinilai sebagai alat hukum untuk menyensor kerja Komisi Pemberantasan Korupsi. Pengajuan dua rancangan peraturan itu menggenapi anggapan publik bahwa Kemenkominfo bertingkah seperti Departemen Penerangan di era Orde Baru.

Jika Kemenkominfo tetap ngotot mengegolkan rancangan peraturan tentang multimedia itu, sementara penolakan terhadapnya kian gencar, bolehlah kita mengubah nama kementerian itu menjadi Kementerian Urusan Sensor dan Menteri Tifatul sebagai Menteri Urusan Sensor.
Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 komentar: on "Inilah pelaku pembuat RPM konten dan menjadi sumber nya"

Posting Komentar

Tinggalkan pesan disini untuk berbagi cerita dengan yang lain, terima kasih