"Mereka yang berteriak tentang kebebasan internet secara (absolute), yang mana pengawasan diserahkan langsung kepada mereka seperti "pak ogah" yang sedang mengatur lalu lintas. Yang mana, ketika ada masalah malah bersembunyi," tegas Roy. Roy mencontohkan, masalah yang terjadi terkait penghinaan antara murid ke guru melalui Facebook di Riau, semua yang berteriak kebebasan berinternet itu hanya diam saja. Padahal, jika melihat berita yang bergulir, banyak pendapat yang saling bertentangan antara guru dan murid.
Untuk itulah, anggota pokja Kominfo di DPR itu setuju jika dibuat semacam rambu-rambu yang mengatur tindak tanduk pengguna internet, seperti RPM Multimedia ini. Kendati demikian, dia juga tidak menyetujui kalau pemerintah membentuk 'polisi' baru yang terbentuk dalam tim pengawas multimedia. "Ibarat pengemudi di jalan raya, perlu dibuat rambu-rambu dalam bentuk peraturan. Tapi, tidak perlu sampai dibentuk 'polisi' baru, karena sudah ada penegak hukum yang ada. Jadi intinya, peraturan sebagai rambu, masyarakat turut mengawasi, dan polisi sebagai penegak hukumnya," tegas anggota DPR dari Fraksi Demokrat ini.
Roy juga tidak melihat RPM Multimedia ini saling tumpang tindih, antara peraturan satu dengan peraturan yang lain. Pasalnya, ada beberapa peraturan yang tidak tertuang secara jelas. "Kalau kita merujuk pada KUHP, ya tidak bisa semudah itu. Nanti dijadikan alasan, peraturan itu tidak relevan karena tidak ada kata-kata internet nya," tandas Roy
0 komentar: on "Pak Ogah teriakan Kebebasan Internet"
Posting Komentar
Tinggalkan pesan disini untuk berbagi cerita dengan yang lain, terima kasih