Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam rapat paripurna kemarin menegur Tifatul Sembiring. Tifatul dinilai terlalu dini menyampaikan informasi soal ketentuan konten multimedia internet ke publik. Akibatnya, kata Presiden, timbul persepsi keliru di publik. Presiden juga mengatakan jika ada peraturan pemerintah atau rancangan undang-undang yang akan dibuat, sejak awal sudah harus dikomunikasikan ke Presiden. Namun Julian membantah jika disebut hubungan antara Presiden dengan Tifatul merenggang. "Saya tidak mengatakan seperti itu," kata Julian.
Perihal teguran ini bermula dari sosialisasi rancangan peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi tentang Konten Multimedia. Penolakan serempak dilakukan terutama oleh pengguna layanan jejaring sosial Twitter danFacebook. Kelompok narablog dan kaskuser juga ramai-ramai menolak. Kementerian Komunikasi dan Informatika merumuskan dan menetapkan peraturan soal konten multimedia menyikapi maraknya penyalahgunaan layanan Internet belakangan ini. Legislasi ini, nantinya bakal mengatur dan membatasi gerak-gerik para pengguna Internet dalam mempublikasikan muatan yang dianggap 'melabrak' peraturan yang terdiri dari 30 pasal itu. Peraturan ini sudah disosialisasikan mulai Kamis lalu dan baru akan diberlakukan setahun kemudian.
Bukannya dukungan yang didapat, justru penolakan muncul dari berbagai kalangan. “Peraturan Menteri telah mematikan, baik dari sisi penyelenggara maupun pengguna internet. Permen itu bersifat represif dan mengekang dinamika dan kebebasan berpendapat serta berekspresi di Internet,” kata blogger Enda Nasution. Dalam rancangan itu, Enda menganggap pemerintah seolah-olah melempar tanggung jawab dengan membebankan persoalan yang tengah marak belakangan ini yang dianggap mengundang kejahatan kepada penyelenggara situs maupun pengguna situs itu sendiri. Ia juga melihat adanya butir-butir peraturan yang sangat janggal. Misalnya, adanya tim pengawas situs-situs yang terindikasi muatan 'haram'. Tim Konten Multimedia tersebut bertugas mengawasi permohonan izin bagi pembuat situs, pemberian sanksi bagi yang tidak mentaati peraturan, memberikan laporan tahunan dari penyelenggara kepada Kominfo sampai pencabutan izin.
Tim tersebut akan bertindak sebagai sebuah lembaga sensor Internet dengan kekuatan untuk menentukan apa yang dilarang dan apa yang tidak dilarang di Internet. Selain itu masih banyak definisi yang dinilai terlalu luas dan tidak spesifik dalam Rancangan Peraturan Menteri tersebut, terutama tentang penyelenggara dan keberadaannya. Peraturan yang menyoal keberadaan penyelenggara dinilai sangat mengancam. Sebagai pemilik dari sebuah situs, ia menolak bila harus terus mengawasi pengguna Internet yang memuat konten-konten yang dianggap melanggar Permen. Ia berpendapat, seharusnya tanggung jawab itu ditujukan kepada penggunanya.
Sementara pakar teknologi informasi Onno W Purbo dalam pernyataan tertulisnya mengatakan Rancangan Peraturan Menteri secara langsung di arahkan ke wadah, media atau provider situs. Padahal, selama ini konten lebih banyak bersifat blog, diskusi di forum atau tweet. "Apakah Kas-Kus.us, Wordpress, Blogger, harus bertanggung jawab terhadap semua konten yang ditulis oleh pengguna Internet tersebut?" ujarnya. Ia juga menilai tidak adanya pertanggungjawaban terhadap sumber berita, informasi atau pengirim berita itu. Di dunia Internet, prinsip tanggung jawab yang dipegang adalah end-to-end, bukan medium yang bertanggung jawab.
Di tengah ramainya penolakan itu, Presiden pun menegur menteri. Saat dikonfirmasi, Tifatul mengaku belum membaca rancangan Peraturan Menteri yang dimaksud. Namun ia mengatakan, aturan itu telah ada sejak 2006. Mana yang benar, hanya Tifatul yang tahu pasti. Tapi teguran presiden disambut gembira para pengguna internet agar rancangan yang disebut-sebut sebagai sensor 2.0 ini tidak diberlakukan di Inonesia.
0 komentar: on "Terkait RPM Konten Hubungan SBY dan Tifatul Merenggang"
Posting Komentar
Tinggalkan pesan disini untuk berbagi cerita dengan yang lain, terima kasih